Pura Mangkunegaran, warisan pemanis pengalaman jalan-jalan
- kakilidah
- Sep 6, 2018
- 3 min read
Updated: Nov 20, 2018
Hai, Sobat Omnivora!
Kali ini saya akan sedikit berbagi cerita jalan-jalan saya di kota Solo. Pertama kali saya berkunjung ke kota ini, saya langsung jatuh cinta dengan sepanjang jalan Ngarsopuro. Kesan pertama saya ketika memasuki jalan Ngarsopuro: cantik! Suasana Ngarsopuro mengingatkan saya pada Jalan Malioboro di Jogja, walaupun jalan ini sedikit lebih kecil daripada Malioboro. Saya merasa disambut dengan indahnya lampu-lampu jalan yang berbentuk sangkar burung. Ada beberapa tempat menarik di sepanjang jalan Ngarsopuro, seperti Pasar Triwindu dan Pura Mangkunegaran yang terletak di ujung jalan. Pada artikel ini saya akan berbagi kisah saya di Pura Mangkunegaran.
Pura Mangkunegaran merupakan kerajaan yang berada di Solo, tetapi berbeda dengan Kraton Kasunanan Surakarta. Saat pertama memasuki gerbang besi Pura mangkunegaran, saya melewati halaman luas yang gersang dan saat itu sedang dalam renovasi. Setelah saya membaca beberapa artikel mengenai Mangkunegaran, saya baru mengetahui bahwa halaman luas tesebut adalah Pamedan.Konon katanya, halaman ini adalah tempat berlatih bagi para prajurit. Ketika saya berjalan di sana, cuaca sedang terik-teriknya, ditambah lagi tidak ada pepohonan di bagian Pamedan ini.
Setelah melewati panasnya Pamedan, saya sampai di pintu masuk Pura Mangkunegaran dan membeli tiket. Harga tiket masuk di tempat wisata ini adalah Rp. 10.000 untuk satu orang. Ketika anda melakukan pembelian tiket, anda akan diminta mengisi daftar hadir, cukup satu nama untuk mewakili rombongan. Selain itu, baik turis domestik maupun mancanegara akan didampingi oleh satu orang pemandu wisata supaya bisa masuk ke bagian dalam Pringgitan. Saat kunjungan pertama saya disana, saya didampingi oleh pemandu wisata yang sedang magang. Karena seumuran,kami pun akrab dengan cepat.Dia cukup ramah tapi pengetahuan sejarahnya hanya sebatas pengetahuan umum yang menjelaskan barang-barang koleksi saja. Teman yang saya ajak kesana adalah seorang penari dan tinggal di wilayah Kraton Yogyakarta, beberapa hal yang dia tanyakan tidak mendapat jawaban dari pemandu tersebut.

Saat memasuki halaman Pura Mangkunegaran dan melihat pendhapanya, saya langsung teringat pada Pura Pakualaman di Jogja karena sekilas kedua tempat ini memiliki arsitektur yang mirip. Saya tidak terlalu mendengarkan penjelasan dari pemandu saya saat itu karena saya terfokus pada arsitektur pendhapa yang banyak menggunakan perpaduan Jawa dan Eropa. Empat tiang utama pada pendhapa ini disebut Saka Guru. Tiang-tiang ini konon katanya terbuat dari satu kayu jati yang dibagi menjadi 4. Meski terbuat dari satu pohon yang dibagi4, namun saka guru ini cukup besar, lho! Konon katanya siapapun yang bisa melingkarkan tangannya di saka guru dan mempertemukan jari-jarinya, keinginannya akan terkabul.
Bagian berikutnya yang saya kunjungi adalah bagian Pringgitan. Sayangnya di dalam ruangan ini pengunjung tidak diperkenankan mengambil gambar, jadi saya akan menceritakan semua yang saya dapatkan disana. Di dalam ruangan tersebut terdapat banyak koleksi perhiasan, senjata dan hadiah. Sebuah almari berisi perhiasan tari Bedhaya Bedhah Madiun. Tari ini merupakan tari sakral yang hanya boleh ditarikan oleh kerabat kerajaan yang masih perawan. Selain itu terdapat banyak koleksi seperti cincin, lencana dan pedang. Ada pula hadiah dari kerajaan Bali berupa kelapa buntet. Selain itu terdapat beberapa koleksi mainan anak milik Gusti Nurul. Pemandu saya bercerita bahwa dulu Gusti Nurul pernah menarikan tari klasik di Belanda dengan iringan gamelan live dari Solo. Selain itu terdapat koleksi topeng dan aksesoris tari Langendriyan, tari tentang Ramayana yang ditarikan dengan berjongkok.
Yang paling menarik dari ruangan ini adalah tempat tidur Mangkunegara I (Raden Mas Said). Di bagian atasnya terdapat lukisan lambang Surya Sumirat. Itu adalah lambang dari Mangkunegara I. Konon katanya, beliau tidak pernah mau dilukis karena dikhawatirkan akan banyak musuh yang mengincarnya. Di samping kanan dan kiri tempat tidur Mangkunegara I terdapat 2 macan yang diawetkan. Macan itu adalah hasil tangkapan Mangkunegara I yang kemudian dipelihara dan diawetkan saat sudah mati. Selain macan, terdapat banyak kursi untuk para petinggi kraton.

Setelah dirasa cukup untuk melihat-lihatkoleksi, saya bergerak menuju ruangan berikutnya yakni bagian Keputren. Bagian ini berisi taman yang begitu cantik, tetapi bagian ini merupakan daerah tempat tinggal keluarga kraton sehingga tidak dapat diakses pengunjung. Saya pun bergerak melewati taman dan ruang pertemuan yang digunakan untuk menjamu para tamu. Tempat yang saya tuju berikutnya adalah dapur. Jujur, ruangan ini tidak tampak seperti daput. Terpasang cermin di bagian langit-langitnya, dan ada meja makan lengkap dengan kursinya. Yang lebih unik lagi, terdapat sebuah koleksi berupa gading gajah yang diukir. Ukiran tersebut merupakan kisah Ramayana dan perlu waktu 25 tahun untuk menyelesaikannya.


Wisata saya di Pura Mangkunegaran ditutup dengan berjalan kaki melalui lorong cantik dengan koleksi foto-foto keluarga kerajaan dan kembali menyapa terik di halaman kraton. Nah Sobat Omnivora, jika kalian ingin mengunjungi Pura Mangkunegaran, tempat wisata ini terletak di Jl. Ronggowarsito, Keprabon, Banjarsari, Surkarta, Jawa Tengah 57131. Aksesnya sangat mudah karena berada di ujung jalan utama dan fasilitasyang ada di sana pun sangat baik untuk pengunjung. Sampai jumpa di artikel jalan-jalan dan makan-makan berikutnya!
Comentários